RANTAU, sabanua.com – Untuk menjaga konsesi pertambangan dari aktivitas tambang ilegal, PT Antang Gunung Meratus (PT AGM) bekerja sama dengan Polda Kalimantan Selatan melalui Direktorat Pengamanan Objek Vital (Pamobvit).
Tim Satuan Tugas Tambang Ilegal (Satgas Peti) bersama Pamobvit Polda Kalsel rutin melakukan patroli dan pemantauan di area konsesi perusahaan.
Terbaru, pada Selasa (15/10), tim gabungan melakukan patroli di Blok 3 Desa Beramban, Kecamatan Piani, menggunakan drone untuk pemantauan udara.
Pemantauan ini dilakukan di bekas aktivitas tambang ilegal yang terindikasi masih ada upaya melanjutkan kegiatan tambang di dalam konsesi PT AGM.
Kompol Rokhim S, Perwira Pengendali Pamobvit Polda Kalsel, mengungkapkan bahwa patroli ini dilakukan setiap hari.
“Kami mendapati masih ada yang mencoba menambang ilegal, tapi karena patroli rutin, mereka urung melanjutkan kegiatan,” jelasnya.
Namun, ia juga menambahkan bahwa beberapa pelaku mencoba menambang di area perbatasan, di luar konsesi PT AGM.
Selain melibatkan Polda Kalsel, patroli juga kerap bekerja sama dengan polisi kehutanan mengingat tambang ilegal sering merambah kawasan hutan.
Advokat PT AGM, Suhardi, SH, menyatakan pihaknya aktif menindaklanjuti laporan dari masyarakat terkait tambang ilegal.
“Jika masyarakat melaporkan ada aktivitas mencurigakan, kami langsung bertindak,” tegasnya.
Ia juga menyebutkan bahwa penambang ilegal di area perbatasan sering mencoba menggunakan jalan hauling PT AGM, namun hal tersebut diantisipasi dengan memasang portal besi untuk mencegah aktivitas pengangkutan batu bara ilegal.
Menindak tambang ilegal ini, PT AGM merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam pasal 161, disebutkan sanksi bagi pelaku tambang ilegal adalah pidana penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Suhardi juga menegaskan arahan Komisaris Utama PT AGM, Jenderal Polisi (Purn) Badrodin Haiti, untuk bertindak tegas sesuai aturan hukum yang berlaku.
Penting diingat, larangan tambang ilegal diatur secara tegas dalam Undang-Undang, yang mengancam pelaku dengan sanksi pidana hingga lima tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar.