Muda Berambisi : Kisah dan Janji Syarnobi sebagai DPRD Tapin

Dibalik perjuangan untuk mengabdi : dihina, diremehkan oleh lawan,teman - keluarga.

 

Terbentunya karakter Ahmad Syarnobi tak lepas dari petuah dua sosok yakni, Kakek dan Ayah. Intervensi mereka cukup kuat sehingga mempengaruhi semua tindakan tanduk pada lini kehidupan seorang politikus muda yang mengejutkan ini.
Di balik pencapaian pelatih Paskibra Kabupaten Tapin itu hari ini, ternyata ada tangan hangat figur Calon Gubernur Kalimantan Selatan saat ini, yakni Haji Muhidin.
Haji Muhidin – Putra Daerah Tapin : kelahiran Binuang, 6 Mei 1958 – adalah seorang politikus senior ulung  yang  memiliki pamor gemilang di Kalimantan Selatan. Tokoh masyarakat  ini memiliki intuisi kuat terhadap Syarnobi.
Terbilang, tak banyak ‘cingcong’ atau drama. Padahal baru saja kenal, ia langsung membukakan pintu dan ‘karpet merah’ untuk Syarnobi. Pertama masuk ke Partai Amanat Nasional (PAN) dan langsung dipasang untuk bertarung di Pemilihan Legislatif (Pelig) Kabupaten Tapin 2024.

 

  • “Banyak harapan Bapak Muhidin. Juga dari
    sosok-sosok lainnya kepada saya. Mereka, ingin
    melalui saya bisa memberikan manfaat yang berdampak
    besar pada semua aspek kehidupan di daerah tercinta
    ini, Tapin,” Ahmad Syarnobi (2024).

 

Oleh, Muhammad Fauzi Fadilah

Ahmad Syarnobi. Siapa yang sangka, anak kecil yang dulunya cukup “nakal” ini bisa mendapat kepercayaan masyarakat untuk bertugas sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan.

Cukup mengejutkan, perolehan suaranya terbilang tinggi karena melampaui sejumlah tokoh besar. Salah satunya, Syarnobi bisa unggul dari Bupati Tapin (2013/2023) HM Arifin Arpan yang berambisi rebut Ketua DPRD.

 

Hasil dan gambaran demikian ;  dinilai cukup sebagai parameter meraba bentuk kepercayaan rakyat di Dapil 3 melalui Syarnobi si pendatang baru.

  •  KPU : Rekapitulasi Dapil 3 Kabupaten Tapin : Cek sini!

Sosial media : Tentang Tapin.

 

Di kancah politik daerah ini. Sebelum perebutan suara rakyat dimulai, ada desas-desus bahwa sosok Syarnobi bukanlah “petarung” yang potensial.

Penilaian ini sempat mengudara, sehingga lelaki kelahiran 31 Oktober 1995 ini terbilang luput dari analisa para pesaing.

Tapi kini, apalah mau dikata. Tuhan sudah berkehendak : para politikus senior maupun sebaya yang gagal bersaing di Dapil yang sama harus minggir dulu.

Sekarang, Syarnobi buah hati pasangan Syaikhu (51) dan Ellisa (49) lagi siap-siap untuk acara sakral yang bersejarah : pengambilan sumpah dan pelantikan pada Senin, 5 Agustus 2024.

Jas kehormatan anggota dewan periode 2024/2029 sudah selesai dijahit. Cucu kesayangan Alm H Misran ini tinggal menunggu hari untuk memulai aksi yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan daerah.

Kader PAN ini mengatakan tak ingin menjadi seorang anggota dewan yang pasif apalagi hanya memanfaatkan jabatan maupun kekuasaan untuk mendulang keuntungan pribadi.

“DPR itu adalah pelayan. Bukan sebagai pejabat yang harus dituankan sedemikian rupa. Doakan dan bantu saya menjalankan tugas yang ditakdirkan ini,” ujar Syarnobi.

Adik kandung Muhammad Fuad seorang fighter Kalimantan Selatan berjuluk Meriam Banjar ini memiliki pikiran terbuka sebagai seorang legislatif. Ada kesadaran diri dari Syaranobi, bahwa membangun Tapin pada era ini perlu adanya kolaboratif sehat.

“Saya pasti membuka diri untuk dikritik dan diingatkan apabila ‘tersesat’ di jalan ini,” ungkapnya.

Lelaki 29 tahun ini bilang ingin sekali, setelah dilantik masuk di komisi II. Kenapa? Alasannya, karena bisa menjangkau semua kepentingan kepemudaan.

Di matanya : Pemuda Tapin hari ini cukup agresif terlihat sejak beberapa tahun silam hingga hari ini mampu membangun intensitas maupun ruang sosial baru yang sehat. Namun, sayang masih kurang terfasilitasi maupun disambut dengan baik.

“Insyaallah nanti akan kita boyong semuanya ke dewan. Akan kita bangun kolaborasi yang apik antara dewan dengan pemuda untuk Tapin yang keren di masa depan karena memiliki SDM unggul serta berkarakter,” ujarnya.

Selebihnya, politikus muda yang kerap dipanggil Amat Syaikhu ini berharap dari pemuda Tapin tumbuh alam pikir yang sehat pada proses membangun Tapin. Inginnya, budaya baru harus tercipta ; Tapin hari ini berjalan bukan dengan sentemen, tapi dengan argumentasi saling mencerdaskan.

“Tak boleh lagi subur perilaku di lingkungan legislatif bahkan eksekutif, misalnya kerja kerja ‘asal bapak senang’ yang hasilnya tak beres dan jadi racun. Budaya jilat menjilat itu basi, sekarang eranya prestasi,” ungkapnya.

“Kita optimis pemuda Tapin mampu berkilau. Karena, anggota DPRD Tapin era ini banyak di isi orang muda. Generasi Tapin emas yakin bisa terwujud,” timpalnya.

 

Hinaan

Diremehkan bahkan dihina, mewarnai kisah Ahmad Syarnobi memulai debut pertamanya pada ajang Pileg 2024 ini di tanah kelahirannya yakni di Kabupaten Tapin. Dampak atas kelakuan para penghobi “nyinyir nan dungu” tersebut sempat membuatnya kesal dan nyaris melunturkan rasa percaya diri disaat menapaki proses.

Serangan verbal yang dianggap bermotif untuk menjatuhkan itu sudah termaafkan. Namun ia tak lupa siapa saja yang melakukannya. Wajah-wajah dan perilaku mereka kini ia simpan sebagai kenangan-kenangan atas perjuangan pengabdian.

Malam itu di Loksado, rada lumayan geram. Syarnobi bercerita ada satu momen yang paling membekas di hatinya. Ketika dihina oleh seorang ASN di lingkungan pemerintahan daerah.

Konteks olokan itu jelas : menjurus pada status Syarnobi maju sebagai calon anggota DPRD Tapin.

“Mau rapat ke mana, Paripurna habis Zuhur. Bukan jam sekarang,” kata sosok berkulit gelap ini dengan suara nyaring mengolok.

Dengan gimik mengolok-olok, ASN tak “BerAkhlak” itu berhasil mencuri perhatian banyak orang di sana pagi itu. Sontak, membuat banyak orang di sekitar riuh ikut menertawakan Syarnobi.

“Waktu itu, saya memakai pakaian rapi menggunakan baju safari warna biru malam yang agak mengkilap,” ujarnya.

Hari itu Syarnobi cukup terpukul, usai menerima bullying keras itu. Baju warna cerah pemberian salah satu orang yang paling ia hormati itu, sejak itu tak pernah dipakai lagi.

“Karena malu dan tak ingin dipermalukan lagi,” ungkapnya.

Ia akui, karena bukan siapa-siapa, hanya anak dari seorang montir bukan dari keluarga pejabat atau ningrat. Pandangan yang terkesan merendahkan itu mudah sekali ditujukan kepadanya.

 

Dari Rahim “Santri”, Keluarga Pondok 

Ia dan saudaranya, Muhammad Fuad (30), Adifa Rizka Aulia Putri (25), Fatimah Al Wafa (20) dan Muhammad Fawwaz Baryan (12) semua pernah duduk menimba ilmu di pondok pesantren.

Begitu, kedua orang tuanya. Juga orang pondokan. Makanya, ilmu agama cukup keras ditekankan pada individu keluarga ini.

“Mama lulus Pamangkih, Abah juga Pamangkih tapi cuma sempat satu tahun aja karena ada kendala yang mengharuskan berhenti,” ungkapnya.

Budaya dari lingkungan keluarga yang agamis ini, diakui Syaranobi menjadi bekalnya menapaki dunia perpolitikan dengan keyakinan. Sehingga, keragu-raguan terjerumus ke hal mudarat ada pembatasnya.

 

Bersambung……

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *